Sabtu, 07 Januari 2012

RANCANGAN PELAKSANAAN PENELITIAN SOSIAL TERKAIT DENGAN METODE PENELITIAN


Standar Kompetensi   : Mempraktikkan metode penelitian sosial
Kompetensi Dasar      : Melakukan penelitian sosial secara sederhana

Artikel


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat, ini karena setiap individu pernah memperoleh pendidikan baik secara formal, informal, dan nonformal. Pemerintah di Indonesia mewajibkan masyarakatnya untuk dapat memperoleh pendidikan formal di sekolah-sekolah yang ada baik negeri maupun swasta, program pemerintah Wajib Belajar 9 Tahun yang rencananya akan diganti menjadi Wajib Belajar 12 Tahun oleh pemerintah Indonesia, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Program wajib belajar di Indonesia dimaksudkan agar masyarakat Indonesia dapat memperoleh pendidikan seperti yang telah tercantum pada UUD 1945. Walaupun secara nonformal setiap masyarakat telah mendapatkan pendidikan yang diajarkan oleh anggota masyarakat di lingkungan hidup masyarakat. Tidak semua proses pendidikan yang diberikan kepada masyarakat dilakukan di dalam suatu lembaga pendidikan, namun dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tidak hanya dilakukan di dalam lembaga pendidikan formal akan tetapi bisa terjadi didalam keluarga dan lingkungan masyarakat dalm hal sosialisasi. Dari proses sosialisasi inilah pendidikan bisa terealisasi dan merupakan pendidikan yang paling dasar. Lembaga pendidikan ini lebih mengembangkan dan lebih meningkatkan ilmu-ilmu yang sudah ada dengan begitu bisa mencerdaskan generasi penerus bangsa.
Dunia pendidikan sangat penting dalam kemajuan pembangunan. Dengan pendidikan yang baik akan mampu membenahi pembangunan, sehingga upaya-upaya pemerintah dalam mengembangkan pendidikan akhir-akhir ini cukup dijadikan pusat perhatian. Misalnya dengan perubahan status yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan dari TK hingga Perguruan Tinggi yang sekarang mendapatkan perhatian lebih yang langsung menjadikan suatu penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan. SMA N 3 Bandung sudah menjadi salah satu sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang pertama kali di kota Bandung. RSBI pertama kali dipercayakan kepada SMA 3 Bandung, hal ini tidak lantas begitu saja diberikan akan tetapi karena sekolah tersebut memiliki karakteristik yang bisa diandalkan. Sejauh ini SMA N 3 Bandung memang merupakan sekolah yang favorit di kota Bandung.
Setiap sekolah  sekarang sudah memiliki komite yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik dalam pengembangan sarana dan prasarana maupun dalam mutu pendidikannya. Begitu juga yang dilakukan oleh komite sekolah SMA N  3 Bandung. Komite sekolah biasanya terdiri dari perwakilan orang tua siswa, orang yang ahli dalam bidang pendidikan, maupun alumni dari sekolah-sekolah tersebut. Selebihya akan lebih mengetahui apa saja yang melatarbelakangi komite yang ada di sekolah favorit di kota kembang tersebut.
Di dalam suatu proes pembelajaran lembaga pendidikan juga tidak lepas dari yang namanya kurikulum. Hingga saat ini di Indonesia sendiri sudah sering mengalami perubahan kurikulum. Kurikulum memang merupakan salah satu kerangka dasar acuan penyelenggaraan pendidikan. Ia menjadi pemandu yang akan mengarahkan seluruh komponen pendidikan menuju arah yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, sebagai kerangka dasar acuan, betapa pun pentingnya, kurikulum tetap merupakan “bahan mentah”. Justru, mentalitas budaya yang menjadi basis kelahiran sebuah kurikulum, itulah yang seringkali menentukan maju mundurnya dunia pendidikan.
Pemerintah selalu berupaya meningkatkan mutu pendidikan dari tahun ke tahun, baik pendidikan pada tingkat dasar menengah dan pendidikan di perguruan tinggi. Pembenahan ini dilaksanakan di segala bidang antara lain: sarana atau fasilitas, kurikulum, maupun pendidik /guru. Perubahan kurikulum terjadi dan perubahan ini memberikan dampak besar bagi proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pendidikan di Indonesia sudah mengalami perubahan kurikulum pada tahun 1968, 1975, 1984, 1994, 1999 (suplemen penyempurnaan), kurikulum 2004 yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. Penyempurnaan kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dilakukan sebagai jawaban atas permasalahan sistem pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman saat ini.
Di SMA N 3 Bandung ini sendiri juga telah mengembangkan kurikulum KTSP yang ditambahkan dengan kurikulum Cambridge. Kurikulum KTSP yang sudah ditetapkan oleh Permendiknas seperti yang kita ketahui bersama memang diharapkan baik guru ataupun siswa dapat mengembangkan metode dan media pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah yang ada. Dilihat dari kondisi di SMA N 3 Bandung sendiri memang menarik untuk  mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang kurikulum yang diterapkan di sana dan yang membuat kami lebih tertarik adalah kurikulum yang ditambahkan selain KTSP. Melihat sedikit profil SMA N 3 Bandung memang terkenal di kota Bandung dan merupakan sekolah yang banyak diminati.
Pada hakikatnya manajemen sekolah dengan manajemen pendidikan mempunyai pengertian yang hampir sama. Ruang lingkup dan bahan kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang lingkup dan bahan kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Manajemen sekolah terbatas oleh satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen  sistem pendidikan, dan bahkan menjangkau lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional. Sedikitnya ada 7 komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta mananjemen pelayanan khusus lembaga pendidikan. Bisa dikatakan bahwa SMA ini mempunyai sistem manajemen yang berjalan dengan lancar, tertib, dan terintegrasi dalam suatu sistem kerja untuk mecapai suatu tujuan secara efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi kami dalam mengkaji gambaran umum sekolah dan manajemen komponen-komponen sekolah di SMA N 3 Bandung.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami paparkan sebelumnya maka kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1.         Bagaimana profil sekolah SMA Negeri 3 Bandung?
2.         Bagaimana manajemen komponen-komponen sekolah yang ada di SMA Negeri 3 Bandung?
C.      Tujuan
Berikut ini adalah tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan laporan penelitian ini:
1.      Untuk mengetahui bagaimana profil sekolah SMA Negeri 3  Bandung.
2.      Untuk mengetahui bagaimana manajemen komponen-komponen sekolah yang ada di SMA Negeri 3 Bandung.
D.      Manfaat
Dengan disusunnnya laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan mahasiswa pada khususnya dan pembaca pada umumnya yaitu dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang manajemen sekolah pada suatu lembaga sekolah; Selain itu sebagai uji latihan penelitian sesuai dengan bidang studi mahasiswa; Dapat menambah wawasan mahasiswa khususnya dalam mengelola manajemen sekolah yang dapat dijadikan bekal nantinya ditempat mengajar; Menjalin kerjasama antara pihak UNNES dengan lembaga pendidikan yang lain yang berada di luar kawasan Jawa Tengah. Serta Mahasiswa akan lebih peka terhadap kondisi pendidikan yang ada di Indonesia, sehingga mahasiswa bisa menjadi sosok yang lebih tangguh, cerdas, dan bertanggung jawab seperti yang diharapkan oleh bangsa dan negara.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Pendidikan, Pengajaran, dan Pelatihan
Langeveld seorang ahli pedagogik dari Negeri Belanda mengemukakan batasan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak  yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.
Dalam GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Ketiga istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Secara sepintas saja bagi orang awam mungkin akan dianggap sama saja artinya. Dalam praktik sehari-hari di lapangan, kita sering mendengar kata-kata seperti pendidikan olahraga, pengajaran olahraga, pelatihan olahraga, pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, pelatihan kemiliteran, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan ketiga istilah di atas dapat diikutsertakan predikat yang sama (Munib, 2009: 27).
Istilah pendidikan, pengajaran, dan pelatihan akan lebih jelas kalau kita lihat dalam konteks kata kerjanya, dalam bentuk mendidik, mengajar, dan melatih. Istilah mendidik menurut Darji Darmodiharjo, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lain-lainnya. Istilah mengajar menurut Sikun Pribadi berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembanagn kemampuan intelektualnya. Sedangkan istilah melatih, merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga akan terjadi suatu pembiasaan dalam bertindak (Munib, 2009: 27).
Dari penjelasan di atas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin atau berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nurani, perasaannya, pengetahuannya, dan keterampilannya. Dengan kata lain pendidikan merupakan kegiatan mengolah hati anak didik, pengajaran merupakan kegiatan mengolah otak anak didik, dan pelatihan merupakan kegiatan mengolah lidah dan tangan anak didik agar anak didik menjadi manusia yang beriman, cerdas,dan terampil (Munib, 2009: 27-28).
Pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka dalam pelaksanaannya ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya (Munib, 2009: 29).

B.       Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang lingkup dan kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (supra sistem) secara regional, nasional, bahkan internasional (Sutomo, 2009:39).
Menurut Sutomo (2009: 39) dalam suatu manajemen sekolah untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien, maka perlu memperhatikan bagaimana manajemen subtansi-subtansi pendidikan di suatu sekolah atau manajemen berbasis sekolah (school based manajement) agar dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama. Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah ( MBS) adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri.
Setidaknya ada tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan. (Sutomo, 2009: 39)
Tujuan manajemen sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan sekolah sebagai suatu organisasi. Sekolah sebagai suatu organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai yang disebut tujuan institusional (kelembagaan) baik tujuan institusional umum maupun tujuan institusional khusus. (Sutomo, 2009: 3)
Suatu tujuan institusional baik umum maupun khusus akan tercapai manakala ada suatu proses kegiatan dalam lembaga sekolah. Dengan kata lain tujuan institusi akan dapat tercapai tergantung dari bagaimana lembaga tersebut melakukan tugas kelembagaannya. (Sutomo, 2009: 3).
Proses manajemen yang baik manakala di dalamnya terdapat kegiatan manajerial dan operatif. Dengan demikian tujuan akhir dari manajemen sekolah adalah membantu memperlancar pencapaian tujuan sekolah agar tercapai secara efektif dan efisien. Kehadiran manajemen dalam proses persekolahan sebagai salah satu alat untuk membantu memperlancar pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan sekolah dipengaruhi oleh banayk faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses kegiatan sekolah. Untuk mencapai tujuan institusional diperlukan proses manajemen yang baik.
Dalam rangka merumuskan tujuan sekolah seorang manajer sekolah harus mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) Karakteristik, (2) Kemampuan dan keyakinan guru-guru, (3) Harapan-harapan masyarakat, (4) Aktivitas pemerintahan, (5) Aturan-aturan dan hukum-hukum yang berlaku di masyarakat, dan (6) Masalah-masalah dan persoalan-persoalan serta pengaruh-pengaruh masyarakat. Tidak kalah pentingnya dari semuanya adalah sumber daya masyarakat, baik sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya.
Secara lebih rinci tujuan khusus dilaksanakannya manajemen sekolah yang baik agar: Pertama, pada setiap jenis dan jenjang pendidikan terjadi adanya efektivitas produksi. Para lulusannya dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan di atasnya, dapat bekerja sesuai dengan pengetahuan dan keterampilannya. Kedua, tercapainya efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, tidak terjadi pemborosan baik waktu, tenaga maupun uang dan yang lainnya. Ketiga, para lulusannya mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan di masyarakat, dan keempat, tersiptanya kepuasan kerja pada setiap anggota warga sekolah. Untuk itu perlu dibangun suatu iklim organisasi sekolah yang sehat (Sutomo, 2009: 5).
C.      Kurikulum
Istilah kurikulum memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda satu sama lain, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu. (Hamalik, 2007:16).
Menurut  Undang-Undang dalam Hamalik (2007: 18) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman pengelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Bab 1, Ps. 1 Butir 9). Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (Ps. 39).
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Bab IX, Ps. 37). Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Hamalik, 2007: 18-19).
Beberapa penulis kurikulum (Johnson, 1977 dan Posner , 1982) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktivitas, tetapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapakan (intended learning outcomes). Kajian ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends). Salah satu alasan utama adalah karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan tujuan kegiatan pembelajaran (Hamalik, 2008: 6).
Dalam Hamalik (2008: 6-7) sebagian ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam setiap masyarakat atau budaya seharusnya menjadi refleksi dari budaya masyarakat itu sendiri. Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi generasi penerus. Masyarakat, negara atau bangsa bertanggung jawab mengidentifikasi keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan berbagai apresiasi yang akan diajarkan. Sementara itu, pihak pendidik profesional bertanggung jawab untuk melihat apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut sudah ditransformasikan ke dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak-anak dan generasi muda.
D.      Sistem Pembelajaran
Johnson dan Rozenweig dalam Amirin (1986: 10) menyatakan bahwa sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh. Sedangkan Shrode dan Voich dalam Amirin (1986: 11) dalam menyusun definisi sistem hanya menampilkan unsur-unsurnya saja, yaitu himpunan bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama satu sama lain saling mendukung, dalam rangkla mencapai tujuan dan terjadi dalam lingkungan yang kompleks.
Adapun definisi sistem yang terkait dengan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa: “Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”.
Proses pendidikan akan terjadi jika komponen-komponen yang ada di dalam sistem bergerak dan saling terkait. Bergeraknya masing-masing komponen belumlah dipandang cukup, sebab masih harus ada saling hubungan yang bersifat fungsional dan merupakan satu kesatuan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila salah satu komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut tidak berfungsi ataupun kurang berfungsi, maka kemungkinan besar sistem tersebut tidak atau kurang berhasil dalam mencapai tujuan.
Oleh karena itu setiap komponen yang terdapat di dalam sistem pendidikan seluruhnya harus dapat berfungsi sesuai dengan porsinya. Dengan demikian tidak mungkin tujuan pendidikan dapat tercapai bila hanya ditangani secara parsial. Dengan kata lain pendidikan harus digarap secara sistemik yakni penanganannya harus memperhatikan seluruh komponen yang terkait ( Munib, 2009: 42).
E.       Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka kegiatan yang dilakukan tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang menjamin keberhasilan kegiatan akademik. Sarana dan prasarana dalam hal ini tidak saja meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan pendidikan langsung, tetapi juga yang tidak langsung.
Moenir (1992 : 119) mengemukakan bahwa sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Pengertian yang dikemukakan oleh Moenir, jelas memberi arah bahwa sarana dan prasarana adalah seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut berupa peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam  pendidikan istilah sarana prasarana dikenal pula dengan sebutan alat bantu pendidikan (teaching aids), yaitu segala macam peralatan yang dipakai guru untuk membantu  memudahkan kegiatan pembelajaran. Alat bantu pendidikan ini disebut sebagai sarana pendidikan. Jadi, sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran.  Jika dilihat dari sudut murid, sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan murid untuk memudahkan mempelajari mata pelajaranDengan kata lain prasarana pendidikan adalah segala macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru dan siswa untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan.















BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam Kuliah Kerja Lapangan Jurusan Sosiologi dan Antropologi, menggunakan metode penelitian observasi, wawancara (interview)  dan dokumentasi.
1.      Observasi
Observasi yang dilakukan pada sekolah SMA Negeri 3 Bandung yakni dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap seluruh kondisi lingkungan sekolah dengan melibatkan warga sekolah yaitu diantaranya kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah.
2.      Wawancara
Untuk mendapatkan data secara langsung mahasiswa melakukan wawancara dengan beberapa informan di sekolah SMA Negeri 3 Bandung. Informan yang menjadi narasumber mahasiswa diantanya guru, karyawan dan beberapa siswa yang ada di sekolah. Adapun alat yang digunakan mahasiswa untuk menunjang pelaksanaan wawancara yaitu dengan menggunakan media perekam (Tipe Recorder), Telepon Genggam (Hand Phone), dan alat-alat tulis.
3.      Dokumentasi
Dalam mendapatkan data dari sumber dokumentasi, mahasiswa melakukan pengambilan foto-foto atau gambar mengenai profil SMA Negeri 3 Bandung serta dengan minta dokumen-dokumen sekolah seperti catatan transkrip dan dokumen sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar